Sekalipun
masih cukup lama, hinggar-bingar penyelenggaraan pemilu 2009 sudah mulai
ditabuh saat ini. Minimal ada 2 hal penting yang menyebabkan suasana ini terasa
hangat, yaitu pertama: problem hukum
yang berkaitan dengan mulai dibahasnya 4 paket
RUU bidang politik yang mencakup RUU Parpol, RUU Pemilu Legislatif, RUU
Pilpres dan RUU Susduk. Tak ayal pembahasan demi pembahasan di DPR tentang
persoalan-persoalan krusiil tersebut
mendapat perhatian dari masyarakat dan insan pers. Sedangkan yang kedua adalah problem politik itu
sendiri, dimana pendeklarasian calon presiden dalam pemilu 2009 adalah
pemicunya. Sebut saja misalnya Megawati telah menyatakan siap sebagai capres,
disusul Bang Yos yang juga sudah siap tempur. Serta yang tidak kalah serunya
adalah analisis berbagai pengamat tentang masa depan kepemimpinan SBY –JK,
masihkah bersama-sama ataukah akan sendiri-sendiri.
Namun
demikian hiruk-pikuk persoalan
demokrasi, hukum dan politik ini bagi kebanyakan masyarakat, terutama
masyarakat bawah, seakan-akan tidak bersambut. Mengapa? Sebab mereka saat ini masih
tetap saja didera berbagai persoalan sehari-hari yang terasa kian melilit,
seperti pengangguran, kriminalitas, mahalnya harga minyak goreng, sulitnya
minyak tanah dan aneka kesulitan hidup sehari-hari. Sehingga sangat wajar
apabila tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga public menurun
terutama terhadap Parpol, lembaga
legislative, dan institusi pemilu. Toh tidak pernah ada perubahan yang cukup
signifikan sebelum dan setelah ada pemilu, demikian argumentasi yang paling
sederhana.
Jika
kondisi ini dibiarkan begitu saja dan tidak diantisipasi secara bijak, minimal
ada 2 kerugian yang akan dirasakan dalam proses pembangunan demokrasi ke depan.
Pertama sudah barang tentu
tingkat partisipasi masyakat akan
menurun, sekaligus akan menaikkan angka golput. Golput memang bukan hal yang
dilarang, karena pada prinsipnya memilih adalah hak setiap warga yang memenuhi
syarat. Jadi tidak memilihpun tentu juga
merupakan hak, apalagi jika dengan pertimbangan yang rasional misalnya tidak
ada calon yang layak diberi mandat. dll. Namun demikian karena hasil-hasil
pemilu adalah bersifat public, maka setiap warga Negara baik yang memilih maupun
yang tidak wajib taat pada hasil-hasil tersebut. Namun demikian jika angka
golput dalam pemilu sangat tinggi, sudah pasti akan menurunkan kuallitas
pemilu. Sebab menurut Dahl, kualitas pemilu sangat dipengaruhi oleh seberapa
besar warga berpartisipasi dalam pemilu tersebut.
Sedangkan
kerugian yang kedua adalah,
kekhawatiran apabila sikap apatis masyarakat tersebut dapat dimanfaat oleh
pihak tertentu untuk menjual suaranya supaya mengikuti kepentingan politik
tertentu. Kekhawatiran ini tentu bukan tanpa alasan dan fakta mengingat
kemiskinan adalah ladang paling subur untuk menanam benih-benih jahat money politic.
Jurus ampuh : Pendidikan Pemilih
Pendidikan
pemilih sebetulnya merupakan upaya terus-menerus untuk menciptakan para pemilih yang mampu berpikir secara
rasional, yaitu pemilih yang mengerti arti pentingnya pemilu, hakikat
demokrasi, konsekuensi sebuah pilihan sekalipun hanya 1 suara, dll. Dalam hal
ini kesadaran memilih masyarakat harus berubah dari kesadaran memilih yang
bersifat emosional kepada kesadaran memilih yang bersifat kritis. Memilih seseorang
karena alasan bertetangga, karena hubungan keluarga, kesamaan aliran keagamaan,
apalagi pemberian uang, tapi melupakan track
record, kapabilitas, empati pada yang lemah dll harus perlahan mulai ditinggalkan.
Pemilih
yang mempunyai kesadaran kritis dalam hal ini akan selalu mengarahkan
pilihannya pada para calon yang mempunyai track record yang baik serta yang
lebih mempunyai kapabilitas sekalipun tidak ada hubugan saudara maupun tetangga
misalnya. Calon pemimpin yang baik dan berkualitas juga tidak tergantung pada
partai tertentu. Sebab disetiap partai
biasanya ada calon yang baik
namun ada juga yang mempunyai track record tidak baik.
Kita
bisa membayangkan apabila yang dipilih oleh masyarakat adalah orang-orang yang
bermoral baik, mempunyai kapabilitas yang cukup mumpuni dan semua peduli pada
yang lemah, maka kita akan mempunyai para anggota DPR-DPRD yang bermoral dan
berkualitas, juga tentu saja memiliki Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah
yang mumpuni. Jika hal ini terjadi barulah kita dapat berharap akan terjadi
perubahan yang signifikan terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara maupun perubahan ekonomi dan social
yang lebih baik pasca hinggar-bingarnya Pemilu selesai. Dan apabila kesadaran
kritis di tingkat masyarakat tersebut belum terbentuk secara baik, rupanya
perlu ditunda dulu harapan-harapan yang terlalu besar itu.
Pemilih Pemula Adalah Harapan.
Mengharapkan
terjadinya perubahan kesadaran memilih bagi 161,4 juta calon pemilih dalam
pemilu 2009 (sumber kantor statistic) dalam waktu 2 tahun tentu merupakan hal
yang sulit. Apalagi sebagian besar pemilih tersebut adalah pemilih tradisional
yang cenderung emosional, rata-rata meraka sudah mempunyai pilihan yang
bersifat permanent atau semi permanent,
sehingga sangat sulit diadakan perubahan.
Namun
demikian tetap ada satu segment pemilih yang dapat menjadi harapan untuk
perubahan yaitu adalah pemilih pemula. Tentu saja apabila segment ini digarap dan dididik secara
terstruktur. Pemilih pemula ini sangat potensial karena beberapa alasan sebagi
berikut: pertama , diprediksi berjumlah cukup besar dalam Pemilu 2009 yaitu
sebesar 7 juta jiwa. Kedua, berusia muda dan berpendidikan cukup
baik yaitu rata-rata SMA atau kuliah semester awal. Ketiga, belum terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan politik
atau terlibat politik praktis. Keempat
sebagian besar masih idealis sehingga
akan mudah menerima hal-hal yang bersifat positif.
Jangan
biarkan harapan besar tersebut pupus, oleh karenanya semua pihak yang dapat
memberikan peran positif terhadap terselenggaranya pendidikan pemilih,
khususnya pemilih pemula diharapkan untuk
dapat mengambil peran. Seperti Pemerintah
dengan pendidikan SMA-nya. KPU-KPUD dengan sosialisasi dan informasi pemilunya,
Perguruan Tinggi, NGO dan tentu juga Partai Politik dengan pendidikan
politiknya. (spd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.