Selasa, 03 Juli 2012

Kepada Yth. Pak dahlan Iskan

Kepada Yth. Pak Dahlan Iskan,
saya bermimpi naik  kereta api jurusan Jogja Semarang
oleh : Sapardiyono.S.Hut.MH.





Pada malam minggu yang lalu atau tepatnya minggu dini hari, saya bermimpi tentang dua hal, pertama saya bertemu dengan Pak Dahlan Iskan, dan yang kedua naik kereta api jurusan Jogja -Semarang. Saya kecewa karena ternyata hanyalah mimpi, oleh karenanya saya ingin menuliskan antara keduanya  dan berharap sampai ke Pak Dahlan Iskan, tentu saja kapasitas beliau  sebagai Meneg BUMN.


Kereta api jurusan Jogja-Semarang adalah masa lalu, kita saat ini hanya dapat menikmati bekas-bekas rel kereta api yang memanjang dari Jogja, Magelang, Ambararawa, dan Semarang, rel ini sebetulnya tidak hanya berhenti di  situ tapi juga terus melaju sampai Demak, Kudus bahkan Jepara. Sedangkan di Jogja juga terus bergerak sampai Bantul di Palbapang. Hhmm pilu rasanya menikmati bangunan- bangunan bekas station yang banyak kita temui di sepanjang rel tersebut membisu seolah menjadi seonggok sampah yang tak berguna sebagai saksi Visionernya para penjajah belanda dan ketidakmampuan kita mengelola transport masa yang murah dan nyaman.




Imajinasi para penjajah belanda pada saat itu memang luar biasa, pikirannya menerawang dan menjangkau jauh ke masa depan yang amat panjang 200 , 300  tahun atau lebih bahkan. Mereka kala itu sudah mengetahui dan menyadari bahwa kereta api akan menjadi transport masa yang  murah,  nyaman dan bebas dari kemacetan di masa depan. Oleh karenanya  infrastruktur kereta api dibangun habis-habisan di Pulau Jawa dan Sumatera. Sayang sejak Indonesia merdeka dan terjadi nasionalissi seluruh asset kompeni di Indonesia, termasuk seluruh jaringan kereta api, kita tidak mampu merawatnya. Sedikit demi sedikit panjang jalur rel kereta api semakin berkurang, pun demikian dengan dengan jumlah station dan kereta apinya. Yang paling memilukan adalah matinya jalur Jogja –Semarang yang lumayan  panjang  ini,  namun  rontok tinggal kenangan.

Tergusur oleh industri otomotif

Industri otomotif mobil telah sukses menggusur kereta api. Sejak orde baru membuka kran masuknya modal asing di Indonesia, para raksasa otomotif seperti  Toyota, Mitshubisi, Daihatsu, Honda dll segera mencengkeram dan menguasahi pasar sampai hari ini. Industri ini memang mudah dan murah dimuka, tapi akibat jangka panjangnya sangat parah, boros energi,  sarat polusi, dan menimbulkan kemacetan yang luar biasa. Ratusan trilyun anggaran negara tiap tahun juga habis dikonsumsi untuk membeli dan membakar BBM. Entah sampai kapan  pemerintah bisa mengatasi problem yang kadung karut marut  ini. Yang jelas pertumbuhan kendaraan yang sangat tinggi sangat  tidak sebanding dengan jumlah penambahan badan jalan. Akibatnya semakin lama semakin macet, dan  macet dan semakin besar  pula trilyunan rupiah yang terbakar hangus tak berbekas.




Untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan semakin borosnya BBM ini beberapa pemda mengembangan Ring Road, jalan Outer Ringroad, dan bahkan jalan Tol. Untuk jangka menengah mungkin kebijakan ini cukup efektif, namun demikian jika tidak ada  perubahan kebijakan yanga  mendasar tentang sarana anggkutan transportasi masa,  maka tidak dalam waktu yang lama jalan-jalan yang dibangun tadipun akan segera over kapasitas.  Oleh karenanya membangun dan menghidupkan kembali jaringan kereta api adalah solusi yang harus secara serius dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun oleh PT.Kereta Api Indonesia.

Sebagai awal dari gerakan ini adalah menghidupkan kembali jaringan kereta api jurusan Jogja –Magelang -Semarang. Dalam hal ini negara masih mempunyai aset-aset terbengkalai yang sesungguhnya nilainya amat besar yaitu antara lain tanah yang memanjang bekas jalan kereta api dari Jogja sampai dengan Semarang, bekas-bekas station, dan bahkan rel-rel kereta api jaman belanda juga sebagian masih kokoh menancap di tanah.

Upaya ini tentu tidak mudah, mengingat beberapa ruas jalur kereta api tersebut sudah beralih fungsi dan terdesak oleh pertumbuhan penduduk yang cukup padat. Namun demikian apabila dibandingkan dengan rencana pembangunan jalan tol Semarang-Jogja atau Semarang-Solo yang juga akan mengkonversi lahan-lahan milik rakyat,  kebijakan untuk menghidupkan kembali jaringan kereta api Jogja -Semarang ini tentu akan lebih murah.

Pembangunan kembali jaringan-jaringan transport massa adalah solusi dari problem kemacetan di hampir semua kota di Indonesia. Jika itu disadari mengapa tidak dilakukan? Masih ada waktu…monggo Pak Dahlan …..,…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.